4.20.2008

Kembang Ungu

Kembang Ungu

Matahari bersinar terik sekali siang itu kurasakan panas menjalar di tubuhku, membakar kalori dalam organku hingga menghamburkan hujan semata keringat basah di badan, tak nyaman. Sepulang kuliah tak lekas aku kembali ke kamar kos ku, ada hal yang akan dibicarakan oleh kawanku katanya. Ya,.. semacam rapat kecil untuk membahas berita yang akan dicetak. Segera ku percepat langkahku tanpa berfikir panjang aku berjalan tanpa menoleh kanan kiri.

Sesampainya diruangan yang berukuran 9 x 6 m aku rebahkan tubuhku di lantai, sejuk, ruangan ini tak begitu terkena sorot sinar matahari jadi tidak terlalu panas. Sejenak kepejamkan mataku mengusir panas yang sedari tadi memuncak dari ujung kaki hingga kepala. Meresapi dinginnya lantai yang beraroma jeruk cairan pembersih. Pelan-pelan ku buka mataku, dari kejauhan ku lihat sosok kawanku berjalan gontai kearahku dengan pakain desain warna ungu muda, manis. Tak seperti biasanya, tampangnya berseri-seri bak bunga yang baru merekah, merona.

Sekilas ingatanku melayang entah kemana tak terkejar, begitu cepat tak tergambar, jauh. Ku tatap lebih focus desain ungu itu, ah..sial tak teringat, aku mengguman dalam hati, agak kesal. Tanpa banyak basa basi dimulai lah rapat kecil dengan beberapa kawanku, tanpa banyak bacot dan sanggahan semua berjalan dengan aman. Sekilas ku buang tatapanku pada alam yang tak lekang oleh waktu, tapi meragu. Sesuatu yang begitu kuat ku tarik dari masa lalu atau entah masa nanti, tak pasti masih kuterawang, tapi aku tidak meramal. Aku hanya mengangguk saja pada rapat kecil tak bisa kusanggah, tak mengerti kali ini entah yang ke sejuta kali atau mungkin lebih aku tak bisa mengerti dengan yang dibicarakan orang lain. Pasi. Semakin buyar konsentrasi ku, mengingat keras nuansa ungu dalam khayalku, aku tak menyukai warna ungu ada yang bilang warna ungu itu warna jomblo, tapi bukan karena itu aku hanya tidak meyukainya saja, tak ada alasan hanya tak suka. Cukup.

Rapat tlah usai tak tau apa hasilnya, kali ini aku tak ingin peduli aku hanya sedang mengacak-ngacak memoryku akan ungu. Ah..aku kehilangan kata-kata tentang ungu.

Resi yang sedari tadi mengigau dalam rapat lapar…lapar …makan ..makan … meraih tanganku mengajaku makan di warung tenda depan kampus, kami berjalan begitu saja sementara Resi berceloteh dengan tawaran menu, aku berceloteh pada diriku tentang ungu. Apa itu?

Seperti ada kilasan siluet yang melintas di benakku terbesit begitu saja ketika aku mulai kutu akibat ungu, ah… bunga!

Ya… bunga! hari itu entah hari apa, tanggal berapa tak jelas aku masih lupa. Aku menaiki anak tangga menuju kamar kosku, aku menatap tak peduli pada rak sepatu, dan…aku melihat beberapa tangkai bunga ungu pada vas warna bening beling…aku tersenyum simpul begitu saja menatapnya, indah..Arif ..sebongkah nama terbuang begitu saja dari mulut mungilku. Wajahku memerah, sekilas ku menatap wajahnya tersenyum pada setangkaian bunga ungu, malu. Aku menyaksikan ia dalam anganku pada hari Sabtu beberapa tahun lalu, sewaktu aku masih mengenakan seragam putih abu, di sebuah lapang ilalang dengan perahu di sebuah situ. Sepulang sekolah aku berjanji bertemu dengannya, ia akan menjemputku di perempatan jalan 100 meter dari sekolahku, merajut rindu. Ia menungguku dengan motor kesayangannya yang berwarna ungu.

Senja sore di pelukan rindu kau hanya menatapku dalam langkah-langkah menuju perahu. Sesekali kau menatapku cemas ntah khawatir, malu atau takut. Tapi menurut cerita teman dekatku yang juga teman sekelasmu kau selalu merasa deg-degan bila bertemu denganku, karena terlalu suka padaku. Aku merangkul pintu perahu ku buang pandangku pada sekitar tak kuasa ku menatapmu meski ku tau kita kerap mencuri-curi pandang lalu membuangnya pada jambangan eceng gondok yang berbunga ungu.

Ahh…. Aku menemukan waktu yang terselip di tumpukan hariku, akhirnya terpecah kegamangan yang sejak tadi mengintaiku seperti detektif. Kita makan batagor saja, cetus Resi membangunkanku dari lamunan yang telah terpecahkan. Aku tak menjawab kuikuti saja langkahnya tanpa banyak kata. Sementara Resi memesan makanan aku hanya duduk terdiam mengawasi lalu lalang kendaraan. Tanpa peduli kusebarkan pandanganku pada sebrangan arah yang tak jelas, siluet ungu terus menguntitku. Ntah cat dinding di warteg, pensil, stabilo, es kelapa muda, kecap, saus, apa saja.

Kita berdua menatap jambangan eceng gondok itu, bukan nama yang indah. Tapi tangkaiannya begitu nian tak kupercayai bahwa itu adalah bunganya, merekah ungu. Kau menatapku, kali ini kita bertatapan tak sempat aku mengelak, kau tersenyum tak tau apa yang harus kau kata. Lantas merangkak memetikan bunga itu untuku, karena hanya ada aku dan engkau disitu, sedangkan manusia lain sembunyi mengawasi kita, cemburu.

Sesampainya di rumah ku simpan bunga itu pada vas bening beling, percis seperti yang kulihat dihadapanku kini. Bunga itu layu setelah seminggu, setelah datang tangkai baru yang kau petik untuku. Terus demikian hingga tak ingat lagi kapan berakhirnya. Arif… aku rindu…adakah kau mengingat jambangan bunga eceng gondok berwarna ungu?

Tralala..lala.. dering bunyi hp ku bergetar menandakan pesan , Sri, aku merengutkan dahiku menatap layar hp. Sudah lama tak ada kabar tentangnya, ku buka dan …

”hai Alika pa kbar? Eh..kamu di undang ma Arif, dia nikah minggu lalu, kamu tau?”… aku tertegun sejenak memastikan rentetan kalimat yang ku baca itu tak salah. Hah…aku membelalak tak percaya, batagor yang ku kunyah serasa batu, hatiku tak menentu tak tau. Seperti demam seketika, tapi tidak aku hanya sedikit kaget, ya..nyaris tak percaya bahwa ia…ah..Arif. Resi menatapku melongok dia bertanya ihwal sms yang kuterima, aku menerangkan padanya ia hanya mengangguk-angguk saja, mungkin agak heran juga. Resi sempat kukenalkan pada Arif, dan ia tak akan melupakan sosok arif begitu saja, karena selain ia berparas ganteng Arif juga ditilai baik oleh Resi, sikapnya. Resi menyayangkan kabar pernikahan itu dan terus menggodaku …uuu…yang lagi patah hati di tinggal kawin…

Aku tertegun begitu lama menatap kosong kata-kata di jendela, aku tegaskan pada hatiku bahwa aku tidak cemburu, tak akan, bahwa aku bahagia. Hanya saja aku tak habis fikir begitu cepat waktu berlalu, memang seperti baru kemarin sepenggal kata kulayangkan begitu saja padanya

kita putus saja, lagi pula aku akan kuliah dan kau akan mengejar mimpimu sebagai TNI kita akan sukses dengan cita-cita kita

ia menatapku tegas, matanya sayu dan pipinya memerah menahan amarah. Meski begitu ia tak lantas pergi begitu saja dari kehidupanku, sesekali dalam waktu hitungan bulan ia masih datang menemuiku. Bahkan ia sempat pula mengunjungi tempat kuliahku, sayangnya cita-citanya belum tergapai. Tapi ia mendapatkan pekerjaan di salah satu dept store terkemuka dikota.

Ah… terlalu ungu untukku……….

By.dHenaZa

Tidak ada komentar: